Siklus Empat Semester adalah PR Bersama yang Tak Kunjung Selesai
Gambar: Pelantikan Pengurus PAC IPNU-IPPNU Kec. Ngronggot 2016-2018 dan Seminar Organisasi. Sumber: kompasiana.com |
Jika melihat sistem kaderisasi yang ada, IPNU-IPPNU telah memiliki sistem yang sangat rapih, mulai dari Makesta, Lakmud, Lakut, Latin, dan Latinnas. Namun, faktanya keseluruhan bentuk kaderisasi tersebut (baik yang formal maupun non fornal) masih belum bisa mengatasi masalah kualitas kader. Makesta, Lakmud, dan Lakut tidak jarang hanya dijadikan untuk pemenuhan administrasi kader untuk naik ke tingkat kepengurusan lebih tinggi. Dan kualitas kader malah dikesampingkan. Mungkin hal tersebutlah yang kemudian mengakibatkan munculnya "Siklus Empat Semester" dalam internal IPNU-IPPNU, khususnya di tingkat ranting, anak cabang, dan cabang.
SIKLUS EMPAT SEMESTER
Setelah sekian lama penulis aktif di IPNU (2012-2018), penulis selalu menemukan kasus yang sama setiap satu periode kepengurusan, yaitu Siklus Empat Semester. Kasus Siklus Empat Semester adalah suatu periodesasi tingkat militansi dan loyalitas pengurus dalam satu masa khidmat, yaitu 2 tahun / empat semester.
Semester Pertama, sama halnya dengan mahasiswa yang masih baru (Maba). Setiap pengurus (mayoritas) tampak semangat, gigih, ulet, dan tampak sangat loyal. Enam bulan pertama ini merupakan waktu masih hangat-hangatnya sebagai pengurus, sebab masih terasa nuansa pelantikannya. Puncaknya adalah ketika mengadakan Makesta, semua pengurus seperti melihat cahaya terang benderang. Seakan melihat kejayaan kepengurusan telah di depan mata. Sebab melihat para peserta Makesta yang sangat antusias.
Semester kedua, komunikasi antar kader (baik pengurus dengan pengurus, pengurus dengan anggota, atau anggota dengan anggota) bersifat insidental dan dilatarbelakangi lepentingan individu. Pada semeater II ini, proses seleksi alam mulai nampak. Sesama pengurus saling koreksi satu sama lain. Kepentingan organisasi kalah dengan ego individu, sehingga jika ada pengurus yang intensitas keaktifannya rendah mulai minder dan timbul konflik batin. Pada tahap ini, sekitar 30% dari pengurus akan hilang. Dan jika tidak segera ditindak-lanjuti pasti akan menimbulkan effek domino dalam internal pengurus. Jika pada aeal kepengurusan ada 60 pengurus (IPNU 30 dan IPPNU 30), maka pada semester dua ini akan tinggal 40 orang.
Semester III, kesadaran beberapa pengurus harian akan mulai tampak, bahwa ada yang kurang dalam kepemimpinannya. Di semester ini akan mulai berusaha menata kembali kepengurusan. Namun, nasi sudah menjadi bubur. Sehingga beberapa pengurus yang memang sudah diluar kendali benar-benar harus direlakan untuk dilepas.
Ada banyak faktor yang melatari lepasnya pengurus, antara lain: (1) menikah, (2) kerja di luar kota, (3) kuliah di luar kota, (4) sibuk dengan kerjaan (walau tidak di luar kota), (5) kurang akrab dengan pengurus inti, (6) pimpinan kurang memerhatikan teman seperjuangan, (7) kekecewaan saat menjalankan program kerja, (8) membawa masalah individu di dalam organisasi. Ketujuh masalah ini adalah hal paling sering muncul pada semester III ini. Kadang akan muncul opsi reshuffle. Namun, itu masih belum cukup untuk mengatasi permasalahan. Sebab, SDM untuk mengganti kepengurusan tidak sebanyak yang diperkirakan. Dan pada semester ini, pengurus yang aktif akan hanya tinggal 50%.
Semester IV, masa regenerasi kepengurusan mulai menghitung hari. Berbagai program kaderisasi dalam rangka suksesi peralihan roda kepengurusan mulai ditingkatkan, salah satunya melalui Latihan Kader Muda (Lakmud). Namun, pada tahap ini hanya berlaku di tingkat PAC dan PC. Jika di tingkat ranting, paling sering adalah dengan terus menggalakkan kegiatan-kegiatan rutin bulanan. Selain itu, ranting juga akan bergantung pada program kegiatan PAC. Jika PAC tidak benar-benar membackingi ranting, maka ranting pasti runtuh (kecuali jika alumni ranting masih terlibat).
Semester akhir ini adalah semester paling kritis. Loyalitas dan militansi kader benar-benar diuji pada semester ini. Siapa yang bertahan, dialah pemenang (walau pun tidak ada menang dan kalah dalam berjuang di IPNU-IPPNU). Namun, juga perlu disadari bahwa tidak semua pengurus yang tidak aktif itu bersalah, kadang yang aktiflah yang kurang 'rumongso nduwe salah'. Maka, saling menyalahkan antar pengurus bukanlah solusi yang tepat. Dan pada semester ini, jumlah pengurus yang masih aktif dan "peduli" benar-benar bisa dihutung jari.
PR BERSAMA ATAU MUNGKIN MALAH BUKAN PR?
Setiap manusia pasti memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing. Setiap kekurangan tidak perlu dipergunjingkan, namun harus ditutupi dan dilengkapi oleh pengurus yang lain. Siklus Empat semester ini adalah hal yang tidak dirahasiakan lagi. Semua pengurus pasti sudah tahu. Dan semua dikembalikan kepada masing masing individu (pembaca), apakah ini masalah besar atau tidak, apakah ini perlu dibenahi atau dibiarkan mengalir saja, apanya yang salah, sebelah mana yang salah, dan bagaimana cara membenahinya, atau perlukah dibenahi sekarang? Pertanyaan-pertanyaan ini adalah PR kita bersama.[]
Penulis
Anggota Bidang Pengembangan Organisasi dan Kaderisasi
PAC IPNU Kecamatan Ngronggot 2016-2018
Post a Comment