Gagasan: Pendampingan Anggota IPNU IPPNU Gunakan Strategi BMW
Foto dari @laelatul.zahroo |
Pendampingan anggota dalam setiap organisasi, khususnya organisasi perkaderan, sangat penting dilakukan. Sebab, sebuah organisasi dikatakan besar militansi anggotanya dalam mewujudkan tujuan dan cita-cita organisasi, dapat dinilai dari seberapa besar proses kaderisasi yang dibangun oleh organisasi, tak terkecuali dalam pendampingan anggota. Hal demikian berkaitan erat dengan kondisi sosial-historis sejak awal pendirian organisasi tersebut. IPNU IPPNU dibangun oleh sekelompok orang (foundhing fathers) yang memiliki cita-cita dan harapan yang sama dalam membangun peradaban penerus bangsa yang berakhlaq mulia, memiliki wawasan luas, berintelektual, dan tentunya membangun jaringan pemersatu golongan pelajar Nahdlatul Ulama dalam satu ikatan.
Istilah kader diartikan sebagai seseorang atau sekelompok orang di dalam organisasi yang bertugas untuk mewujudkan tujuan dan cita-cita organisasi. Proses di IPNU-IPPNU, seorang pelajar yang selesai ikut Makesta disebut anggota. Sedangkan kader adalah anggota yang sudah mengikuti Latihan Kader Muda (Lakmud). Sehingga, seseorang yang telah mendapat gelar kader dalam IPNU IPPNU, harus siap mengabdi dan berjuang bagi keberlangsungan gerak organisasi dan menyiapkan calon-calon kader dengan penguatan disiplin ilmu dan disiplin ideologis. Oleh karena itu, organisasi massa seperti IPNU IPPNU memiliki sistem nilai yang dijunjung tinggi semacam ideologi, menjadi nilai tawar bagi anggota dan sebagai faktor pemersatu bagi tergeraknya militansi anggota dan kader.
Konsep ideologi mampu menembus batas wilayah, tanpa mengenal faktor umum lain, seperti halnya budaya dan tradisi, dinilai sebagai wujud integrasi sosial. Sebagai contoh, Islam ala Ahlussunnah Wal Jama'ah An-Nahdliyah sebagai ideologi warga nahdliyin yang menjadi pemersatu dan pandangan hidup masyarakat NU di Indonesia yang majemuk.
Tentunya ideologi tunggal organisasi dalam sebuah lingkup yang luas akan mengalami bentuk manifestasi lain yang beragam, sesuai dengan kondisi sosio-kultural tiap wilayah. Islam tidak hadir di dalam ruang yang kosong, dengan pemaknaan bahwa Islam hadir di tiap wilayah dengan proses berlangsungnya budaya dan tradisi yang menjadi sistem nilai hidup mereka, sebelum Islam masuk dan berkembang setelahnya.
Oleh karena itu, memahami organisasi IPNU IPPNU sebagai suatu kesatuan sistem yang kompleks, dengan beragamnya karakteristik anggota dan kader di dalamnya, tentu diperlukan analisis mengenai tipologi kader agar penempatan struktural organisasi sesuai dengan karakter dan disiplin keilmuan-metodis.
Adapun strategi yang dapat diterapkan Tim Kaderisasi IPNU IPPNU untuk mengenali anggotanya dapat menggunakan strategi BMW (Bakat-Minat-Wacana). Strategi tersebut merupakan interpretasi Margo Teguh Sampurno (seorang sahabat saya yang merupakan pemuda pemikir asal Sampang Madura) dalam melihat dinamika organisasi yang berbasis kader dengan memahami pengelolaan dan pendistribusian anggota agar dibentuk menjadi kader-kader militan dalam melanjutkan tujuan dan cita-cita organisasi, termasuk dalam hal ini adalah IPNU-IPPNU.
Hal pertama, seorang pengkader harus mengenali “bakat awal" anggota IPNU-IPPNU yang berada dalam kawasan pendampingannya. Tentu seorang anggota akan memiliki bakat yang telah diperolehnya dengan mengacu pada pengalaman dan pendidikan sebelumnya. Sehingga, analisis tersebut menjadi langkah awal bagi pengembangan calon kader dalam berproses di organisasi nantinya. Misal, setelah di analisis, dari 10 anggota diketahui 3 orang memiliki bakat qori' dan vokal banjari, 3 orang berbakat desain grafis, 2 orang bakat di bidang elektronik, dan 2 lainnya bakat dalam tulis-menulis. Ploting seperti ini akan membantu Pimpinan IPNU-IPPNU setempat dalam menugaskan anggota-anggota selama berproses di organisasi. Selain itu, anggota juga akan terus ditempa sesuai dengan bakatnya dalam rangka menciptakan SDM yang unggul.
Tahap selanjutnya adalah “minat”, digunakan untuk menilai kecenderungan anggota dalam berproses menjadi seorang kader. Hal tersebut dapat dilakukan dengan memberikan kuisioner yang memuat pilihan-pilihan minat di organisasi. Misal, anggota diberikan list peminatan di IPNU IPPNU berupa departemen-departemen yang ada: muali dari departemen organisasi, Kaderisasi, Orseni, Dakwah, Lembaga CBP-KPP, Lembaga Pers dan Penerbitan. Dan dilanjutkan dengan memberikan konseling personal sebagai usaha dalam membangun hubungan emosional antara anggota dan kader yang telah menjadi pengurus.
Kemudian, tahap akhir dilanjutkan dengan pengembangan wacana anggota dan kader. Tahap ini bertujuan untuk membangun kemampuan retorik dan dialektika dalam beragumentasi. Nalar kritis akan ditempa dalam tahap ini, sebagai bentuk pengamalan pedoman "belajar" dalam IPNU-IPPNU. Mengisi tempurung kepala dengan amunisi-amunisi bergizi berupa wawasan dan logika berfikir kritis transformatif.
Tahap terakhir ini bisa dimulai dengan hal-hal sederhana. Pertama, dianalisis terlebih dahulu, kader IPNU-IPPNU dipetakan mengenai wacana apa yang mereka sukai. Misalnya, suka membahas soal percintaan, maka adakan seminar filsafat cinta (seperti halnya bulan Januari 2020 yang lalu) dengan mengundang pembicara yang berkompeten dalam hal ini.
Tahap terakhir ini bisa dimulai dengan hal-hal sederhana. Pertama, dianalisis terlebih dahulu, kader IPNU-IPPNU dipetakan mengenai wacana apa yang mereka sukai. Misalnya, suka membahas soal percintaan, maka adakan seminar filsafat cinta (seperti halnya bulan Januari 2020 yang lalu) dengan mengundang pembicara yang berkompeten dalam hal ini.
Eksekutor dari strategi ini dilakukan oleh Tim Kaderisasi. Sedangkan Tim Kaderisasi di PAC IPNU-IPPNU Kecamatan Ngronggot terdiri dari (1) pengurus PAC dari Departemen Organisasi dan Kaderisasi, dan (2) alumni Dikpel di masing-masing periode. Strategi BMW (Bakat-Minat-Wacana) jika diterapkan secara tertib keorganisasian dan dijalankan sebagai sebuah tanggungjawab bersama, maka militansi anggota akan tergerak dalam mengabdikan dirinya sebagai seorang kader organisasi. Dan, karena anggota haruslah dibawa pada tahap kesadaran kritis yang mengacu pada kualitas pengkader sebagai unsur keteladanan secara perilaku dan pemikiran, maka pengkader harus berusaha maksimal sebagai suri tauladan.[*]
Penulis: Syarif Dhanurendra
Editor: M. Iqbal Zakaria
Penulis: Syarif Dhanurendra
Editor: M. Iqbal Zakaria
Post a Comment