Kader Ideologis IPNU IPPNU Tidak Gampang Patah Arang!
Foto by PKPT IAI Padi Nganjuk |
Semakin tinggi ilmu seseorang, maka semakin besar rasa toleransinya, (Gus Dur)
Apa yang dikatakan oleh Gus Dur di atas merupakan sesuatu yang masuk akal. Apa lagi bagi para santri. Santri yang memiliki keluasan wawasan dan ilmu yang dalam, maka akan semakin mudah memaknai setiap peristiwa yang dia temui dan ora gampang gumunan, serta toleran.
Kita tarik ke IPNU IPPNU. Keanggotaan IPNU IPPNU di ranah basis (Pimpinan Ranting) dan PAC, masih sangat cair. Rasa kekeluargaannya sangat besar. Sehingga akan kita temui individu pengurus yang 'merasa' sudah kader, padahal belum pernah ikut Makesta. Hal itu sangat lumrah. Sebab, kampanye mengenai Makesta adalah syarat resmi sebagai anggota IPNU IPPNU masih belum maksimal. Maka perlu ada toleransi atas hal ini. Terutama untuk mereka yang memang sudah memiliki jasa dan andil besar dalam keberlangsungan IPNU IPPNU di daerah tersebut.
Berbicara mengenai kader, setiap organisasi memiliki 2 jenis. Pertama, kader ideologis. Kedua, kader strukturalis. Kalau kita pernah dengar adanya NU kultural dan NU Struktural. Namun, jenis ini berbeda.
Kalau NU kultural dan NU Struktural membedakan antara individu-individu dalam NU yang ikut keanggotaan dan kepengurusan organisasi disebut struktural, namun jika hanya perilaku amaliyah keagamaannya saja, maka disebut kultural. Selesai di sana.
Kader Ideologis di IPNU IPPNU adalah kader yang sudah selesai dan tuntas, terutama mengenai keyakinan bahwa ideologi yang ada di IPNU IPPNU diyakini sebagai kebenaran. Ideologi yang dimaksud adalah Islam ala Ahlus Sunnah Wal Jamaah An Nahdliyah. Dan tak hanya selesai di sana, kader ideologis IPNU IPPNU juga meyakini kebenaran dalam pola berorganisasi di IPNU IPPNU. Mulai dari adanya proposal, silaturahim ke senior dan alumni, mengadakan Makesta dengan meminta bantuan alumni dan ibu-ibu muslimat (ibunya sendiri dalam struktur organisasi NU) membuat pelangan, dan lain sebagainya.
Kader ideologis cenderung tidak gampang patah arang alias gak gampang mutungan jika ada konflik di internal organisasi. Apa lagi konflik itu tidak berkaitan secara langsung pada keberlangsungan hidupnya. Sebesar apa pun konflik di IPNU IPPNU, tidak akan pernah sampai menciderai pri kemanusiaan, hak asasi, dan harga diri individu. Apa lagi jika konflik itu dibuat atas rekayasa kader ideologis. Entah di tingkat Ranting, PAC, PC, PW maupun PP. Semua clear.
Beda halnya dengan organisasi lain. Jika kita tengok ke luar, ada organisasi yang pecah (dulunya jadi 2 golongan) sekarang menjadi 3 golongan. Itu di tingkat pusat (Pengurus Besar). Selain itu, beberapa tahun yang lalu, kita juga sempat menjumpai 2 partai politik pecah jadi 2 golongan. Masing-masing dari kedua partai ini mempunyai 2 Ketua Umum. Hebat 'kan? Padalah, konflik yang terjadi di sana berasal dari kader terbaik organisasi masing-masing. Dan IPNU IPPNU tak pernah seperti itu.
Kader ideologis juga loyal terhadap organisasi. Jika organisasi memanggil dan dia punya waktu luang, dia datang tanpa minta imbalan. Ini dapat kita lihat sebagaimana alumni PAC Ngronggot selama ini. Banyak sekali kita jumpai alumni yang memiliki kesetiaan atas organisasi. Jika PAC ada Makesta atau Lakmud, mereka datang sambang. Bahkan ada beberapa yang membawa jajan dan minuman untuk teman duduk melingkar.
Kemudian, kader jenis kedua (kader strukturalis) tidak banyak yang membedakan. Secara administratif tidak ada bedanya. Kader seperti ini cenderung melakukan hal-hal yang sesuai dengan tupoksinya. Tidak mau improvisasi, dan tidak mau melakukan sesuatu yang bukan tugasnya, walau pun ia dimintai bantuan akan hal itu. Akan tetapi, kader seperti ini sangat jarang kita temui. Namun ada.
Kader strukturalis cukup bagus jika ada di karir profesional. Dia runtut dalam berorganisasi. Ikut kaderisasi Makesta, Lakmud, Lakut, Ranting, PAC, PC, PW, PP. Namun, kader seperti ini akan sering menjumpai permasalahan organisasi yang kemudian masuk ke masalah individu. Dia cenderung dijauhi oleh kader lain.
Mengenai benar atau salah, ini bukan menjadi soal. Kedua jenis kader di atas adalah bagian dari keluarga IPNU IPPNU yang harus dirangkul. Setiap orang memiliki kecenderungan untuk ingin diakui keberadaannya dan diapresiasi kinerjanya. Jadi, kita cukup mengapresiasi apa saja yang dilakukan oleh kader-kader tersebut.
Proses seleksi alam selalu ada. Mereka yang hanya main-main dan cari untung di organisasi akan waleh dan pergi dengan sendirinya. Kalau kata Gus Dur, karepmu aku gak pathe'en. Biar sejarah yang menjawab.[*]
Penulis: S. Dhanurendra
Editor: M. Iqbal Zakaria
Post a Comment