66 Tahun IPNU: Ihwal PAC dan 14 Ketua Umum PP IPNU
foto: Jatman.or.id |
Siang
ini kucuba mengajak kedua tanganku untuk memainkan keyboard computer di ruang
kerjaku. Otakku menuntun mata dan tanganku untuk saling berkoordinasi melalui
saraf sensorik dan motoriknya. Kami kompak siang ini.
Siang
yang panas. Kota Malang terasa sumpek. Kendaraan bermotor berlalu lalang saling
berebut udara untuk diperkeruhi dengan gas metana yang keluar dari knalpot
masing-masing. Ku coba membuka imaji tentang organisasi. Yess,.. Ku temukan
IPNU di sana. Dan kini terlihat jelas dalam ingatan, betapa uniknya organisasi
ini. Organisasi yang berhasil membuat kita jatuh hati hingga kita ikhlas jungkir-walik
untuk menghidupi. Bahkan, setelah lebih dari 8 tahun, masih bisa membuat kita
terikat dengan organisasi ini.
Hai,
IPNU. Sebentar lagi kau Harlah ke-66 ya? Wah. Selamat ya.!!! pikiranku mengajak
berdialektika. Bicara mengenai harlah, sebenarnya 66 tahun (24 Februari 1954 - 24 Februari 2020) itu belum tua-tua
amat. Namun, sebagai organisasi yang basis massanya adalah pelajar, itu sudah
sangat luar biasa. Lebih dari 6 dekade hidup dan tumbuh subur di negeri ini,
pasti membuat organisasi ini semakin kuat mengakar di basis pengkaderannya.
Dalam tulisan ini, saya lemparkan pertanyaan untuk diri saya sendiri dan untuk Rekan-Rekan. Sebagai kader PAC, kita berada di titik mana sepanjang sejarah IPNU ini (di lingkup PAC)? Apa sumbangsih kita atas organisasi ini? Sudah tuntaskah perjuangan kita di organisasi? (Tetap semangat, Reakan-Rekan. KH. Hasyim Asy’ari dan para muassis IPNU menyertai kita dalam perjuangan ini. Insya Allah).
Kaderisasi IPNU semakin hari semakin baik. Informasi makesta selalu bertebaran setiap musim libur sekolah tiba. Lakmud dan Lakut pun juga demikian. Contoh kecil, di PAC Ngronggot. Setiap satu periode pasti ada Makesta. Dan tidak kurang dari 50 peserta pasti tuntas hingga baiat. Bahkan pernah sampai tembus 150 peserta.
Lakmud juga. Di tahun kedua kepengurusan, PAC Ngronggot selalu mengadakannya. Minimal 30 kader muda selalu lahir di sana. 30 kader tersebut cukup untuk didistribusikan sebagai pengurus PAC dan pimpinan ranting pada periode selanjutnya.
Terkait Lakut. Jatim termasuk wilayah yang sering mengadakan Lakut. Walaupun belum semua PC mengadakannya. Namun, tiket untuk mengikuti Lakut di PC lain selalu terbuka, walaupun terbatas oleh kuota dan dana.
Kaderisasi memang sangat penting. Sebab IPNU adalah organisasi perkaderan. Namun, di usia yang ke-66 tahun ini, kaderisasi IPNU dibenturkan dengan kondisi pelajar yang semakin cerdas, terutama dalam main game dan media sosial. Tim kaderisasi di tingkat ranting dan PAC harus pandai-pandai berimprovisasi mengatur arah gerak dan pola kaderisasi sesuai wilayah masing-masing. Makesta sebagai pintu resmi masuk organisasi harus tetap dijalankan. Regenerasi kepengurusan sebagai upaya membaharui suasana dan semangat pimpinan, serta pencetak kader pemimpin harus terus berjalan.
Mengenai harlah IPNU, saya teringat sejarah pada 10 November 1961 saat pidato, Ir Soekarno berkata lewat
pidatonya “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa pahlawannya”. Sebagai kader IPNU,
pahlawan organisasi adalah mereka yang memiliki andil besar dalam memperjuangkan
hidup dan berseminya organisasi ini. Para pejuang IPNU di periode awal, bersama
Ketum Tolchah muda saat itu, terdapat kader-kader yang militant untuk
mengembangkan organisasi IPNU hingga sekarang bisa sebesar ini.
Para kader
militan tersebut adalah M. Sufyan Cholil (Jogja), H. musthafa (Solo), Abdul
Ghony Farida (Semarang), Ismail Makky (Jogja), Moh. Djamhari, Iskandar,
Sochibul Bisri, Ach. Al Fatich, Abdul Chaq, A. Mustahal, Moensif Nahrowi (asal
Singosari - Malang), H. M. Said Budairy (Jakarta), Asnawi Latif, Najib
Wahab, Musa Abdillah.
Kemudian Jamaludin Abdullah Sadjad (Nganjuk), M. Asrof Wibisono,
Moh. Zamroni, Abdullah Azmi, Slamet Effendy, A. Djari, Mulyono, Musa Abdul
Aziz, Moh. Jauhari, Rifa'i Yusuf, Moh. Qudsy, Masyhury, AA. Murtadho, Shobich
Ubaid (Jakarta), Jusuf Mustaqim, A. Baidlowi, Mahfud Nur, Qomaruddin Arifin, A.
Cholid Mawardi (Jakarta), Mahbub Djunaidi (Jakarta), Hisbullah Huda (Bandung),
Nuril Huda Suady (Surakarta), Laily Mansur (Surakarta), Abdul Wahab Jaelani (Semarang),
Ahmad Husein (Makassar).
IPNU
sudah 19 kali Kongres dan tidak kurang dari 14 kader telah berjuang di posisi
pucuk pimpinan sebagai Ketua Umum. Melakukan konsolidasi nasional, bahkan kini
telah terbentu PCI di beberapa negara. Mulai dari sang ketum pertama (1) M. TolchahMansoer 1955-1961, kemudian (2) Ismail Makky 1961-1966, (3) Asnawi Latif
1966-1976, (4) Tosari Wijaya 1976-1981, (5) Ahsin Zaidi 1981-1988, (6) ZainutTauhid Sa’ady 1988-1995, (7) Hilmi Muhammadiyah 1995-2000, (8) Abdullah Azwar Anas 2000-2003, (9) Mujtahidurridho 2003-2006, (10) Idi Muzayyad 2006-2009, (11)
Ahmad Syauqi 2009-2012, (12) Khairul Anam Harisah 2012-2015, (13) Asep Irfan
Mujahid 2015-2018, dan yang saat ini (14) Aswandi Jailani 2018-sekarang.
Pembenahan
demi pembenahan sudah dilakukan. Dan akan terus dilakukan seiring berkembangnya
zaman. 66 tahun dikelola oleh orang banyak. Sama dengan halnya sebuah keluarga
besar, konflik internal tidak mungkin dihindari. Namun, IPNU punya cara sendiri
menyelesaikan setiap konflik yang muncul. Dan kita bersyukur, hingga saat ini
IPNU masih utuh satu komando dalam satu pimpinan.[*]
Post a Comment