Covid-19 Mewabah, Stay At Home Bingung Mau Ngapain?
Foto: @farichaaf17 |
Di zaman yang serba empat titik nol, kreatif, dan inovatif ini (berdasarkan pengamatan teman saya) apapun dapat dengan mudah menjadi konten. Masalah bermanfaat atau tidak, jangan terlalu diambil pusing, jalani dulu aja.
Dunia sedang tidak baik-baik saja, Rekan/Rekanita. Awalnya
saya skeptis dan tak acuh bahwa pandemi Covid-19 akan sampai di tempat saya menikmati secangkir kopi tiap pagi, tapi
nyatanya kita semua hidup di atas tanah dan di bawah
langit yang sama, tanpo tebeng aling-aling. Dan kini sudah 1 juta lebih kasus positif Covid-19 di dunia ini, pun 60 ribu lebih nyawa telah melayang.
Saat
ini, berbagai kegiatan yang memicu kerumunan sudah mangkrak semuanya, mulai sekolah,
madrasah diniyah, kuliah, program kerja IPNU-IPPNU, sampai Pengajian Umum dan
Harlah IPNU-IPPNU Ranting Dadapan yang saya nanti-nanti juga ikut terdampak.
Tagar-tagar seperti #dirumahaja dan #dirumahsajalebihbaik banyak memenuhi lini masa twitter dan medsos lainnya. Bagi
yang tidak punya pilihan untuk tetap diam #dirumahaja, mari kita doakan semoga kesehatan selalu
menyertai mereka.
Bagi Rekan/Rekanita yang punya kesempatan untuk diam
di rumah, pondok, asrama, maupun tempat manapun kita tinggal, ada banyak hal
yang bisa dilakukan untuk mengisi kekosongan selain menatap langit-langit
kamar.
Yang
paling sederhana dari rekomendasi teman
saya adalah
menulis santai di website/blog sendiri. Jika ndak puas, cobalah Rekan/Rekanita kirim tulisan ke platform yang menyediakan
kolom opini/cerpen/puisi,itung-itung kalau beruntung bisa dapat transferan.
Saya
sendiri bukan orang yang kaya akan ide, karena sebetulnya mencari ide itu
mirip-mirip seperti mencari las saat napeni beras.
Makanya, itu lho, coba tengok catatan harian di buku
diary atau draft tulisan entah cerpen,
novel, atau puisi yang mengendap dalam file hape maupun laptop. Di
saat-saat seperti ini, mereka pasti tengah menjerit meminta jarimu menjamahnya lagi. Pun syukur-syukur bisa sambil bersihkan file ndak penting yang menuh-menuhin storage dan juga bisa sedikit nostalgia. Siapa tahu Rekan/Rekanita
ternyata masih menyimpan foto-foto kenangan zaman SD, SMP, SMA, atau awal kuliah. Nayamul (bahasa walik’an Malang berarti Lumayan) untuk
jadi bahan hiburan dan senyam-senyum mengenang mantan atau gebetan lama (kalau punya, sih).
Untuk Rekan/Rekanita yang ndak gemar menulis, kecuali pas dikasih tugas sama guru/dosen, mungkin bisa coba-coba menulis selain makalah
dan paper.
Mulai dari hal yang receh-receh saja, misal kenapa logo IPNU berbentuk bulat,
sedangkan IPPNU berbentuk segi tiga; kenapa makan bubur harus diaduk, atau
alasan kenapa harus pilih Indomie ketimbang Mie Sedap. Bisa juga hal yang
membuat Rekan/Rekanita kesal
setengah mati, contohnya tetangga yang suka nitip dan memonopoli tempat jemuran dan gak
diangkat-angkat padahal itu pakaian sudah kering kerontang.
Di zaman
yang serba empat titik nol, kreatif, dan inovatif ini (berdasarkan pengamatan teman saya) apapun dapat dengan mudah menjadi konten.
Masalah bermanfaat atau tidak, jangan terlalu diambil
pusing, jalani dulu aja. Buat aja kontentnya, asal jangan sampai merugikan
orang lain. Pun setidaknya, ini bermanfaat untuk diri
sendiri, karena dapat mengasah dolanan merangkai kata-kata, menambah
ilmu (karena bukan nulis skripsi aja yang butuh riset segaban), dan mungkin juga
bisa jadi pelipur lara. Masalah kebermanfaatan bagi orang lain, biasanya
mengikuti. Cuman, ya, ndak usah
ngarep bermanfaat bagi seluruh 264 juta warga Indonesia. Hanya orang-orang yang terdaftar dalam kontak atau followers bisa jadi sudah cukup.
Hal lain
yang erat kaitannya dengan tulis-menulis
adalah membaca. Tidak perlu saya sebutkan berapa banyak quotes-quotes ciamik yang
menggaungkan pentingnya membaca dan saya yakin Rekan/Rekanita semuanya adalah pembaca. Entah yang dibaca adalah buku,
status, tweet,
caption IG,
jurnal, ramalan zodiak atau primbon jowo, poster
sedot WC di tiang listrik, banner DPR pas musim pemilu yang
foto orangnya kadang kegedean, atau yang lain. Saya punya teman cewek yang
langsung berubah jadi kritis dan jeli kalau sudah baca label harga di supermarket.
Meleset sedikit, salah-salah, dompet dia bisa
bolong. Nah, masalah kejelian dan
kekritisan ini sebetulnya ndak
cukup hanya diaplikasikan saat baca label harga, tapi dalam setiap kita
memperoleh guyuran
informasi terbaru.
Pokoknya, kalau depat berita
baru, jangan grusa-grusu menyimpulkan dan shaar-share sana
sini. Kalau
ndak salah, sih,
istilahnya jadilah manusia yang
punya healthy
skepticism.
Saya
percaya bahwa buku masih tetap menjadi
salah satu sumber paling relevan untuk memperoleh keutuhan informasi, Rekan/Rekanita. Tapi jujur, saya sendiri males kalau baca
buku yang ada hubungannya dengan matakuliah/matapelajaran atau buku ilmiah.
Rasanya rugi photocopy ratusan lembar
senilai ratusan ribu tapi cuma saya buka saat deadline tugas dan mau maju presentasi.
Untuk Rekan/Rekanita yang jenuh dengan buku-buku
pelajaran, di masa-masa isolasi begini, banyak platform yang menyediakan akses
baca dan unduh buku gratis seperti Scribd, Cambridge, NYPL, dan lain-lain yang
belum saya ketahui. Atau jika Rekan/Rekanita
masih punya koleksi buku yang dibeli sepulang dari bazaar ataupun Gramedia yang
plastiknya bahkan belum disobek, mungkin bisa melakukan unboxing sekarang juga.
Desain PC IPNU-IPPNU Kabupaten Nganjuk |
(Maaf, Senior. Ini
untuk anak zaman now) Tetap merasa kesepian? Ya. Rekan/Rekanita punya
pacar? Ya.
Menurut saya, ini waktu yang tepat untuk melatih kemampuan LDR Rekan/Rekanita
sekalian. Ndak usah
khawatir, karena
doi juga semestinya sama-sama menerapkan social distancing. Warkop pun banyak yang tutup, mau nge-date sama doi di mana coba? Ikhwal dia chat sama siapa
selain Rekan/Rekanita, saya
serahkan ke rasa kepercayaan masing-masing. Lagian, kalian ‘kan pasti pernah menemukan saat-saat di mana kalian sibuk mabar atau main game cacing, dan doi ngajak ketemuan, lantas kalian nolak. Lha
pas main itu ‘kan sudah menerapkan social distancing!!? Susah diajak ngomong. Soal diskusi deep talk-nya untuk sementara bisa
diganti dulu lewat chat atau video call.
Rekan/Rekanita punya
pacar? Tidak.
Anda punya gebetan? Ya.
Saya tidak akan pernah ada henti-hentinya untuk merekomendasikan lagu Letto yang judulnya Kasih Tak Memilih. Dengarkan ke bagian reff dan mari nyanyikan
kencang-kencang lirik “Sebelum
terlambat coba tuk mengingat. Seperti kertas
yang putih. Cinta kasih tak memilih~“. Sementara, bagi yang
punya keberanian, mungkin
bisa langsung menggalakkan PDKT-nya secara daring, terserah mau pake aplikasi apa. Bagi
yang tidak, halu-halu dikit ndak apa-apa. Biar aja nampak kayak orang senewen, asal jangan lupa tetap beri
ruang untuk rasionalitas supaya tetap
tegar walau hatinya ambyar. Contohnya
dengan nyetel Kasih Tak Memilih itu tadi.
Saya rasa, adanya himbauan social distancing ini juga
memberi kesempatan kita untuk merenung dan bisa jadi menemukan sebagian diri
kita yang hilang. ‘Kan
gokil tuh, nggak
ketemu orang, eh malah ketemunya sama jati diri. Nanti jika masa-masa wabah ini
sudah selesai, siapa tahu kita bisa lahir kembali menjadi makhluk yang lebih
baik dari sebelumnya.
Untuk Rekan/Rekanita yang
punya privilese (keistimewaan hak) berupa paketan anti jebol atau wifi
turah-turah, saya pikir akan lebih luas lagi kesempatannya. nonton
Youtube seharian (tentu yang memiliki konten positif), streaming film,
belajar nge-vlog, ngoding, belajar online (di Khan Academy, Udemy, dll),
dan kegiatan lainnya bisa mudah dilakukan asal hape atau laptop jangan lupa
untuk dicas.
Bagi Rekan/Rekanita yang scroll-dikit-paketan-jebol mungkin
bakal pusing. Namun terkadang, platform-platform baca online tidak
menghabiskan kuota banyak, sehingga ini
bisa jadi pilihan. Pokoknya, kalau tetap merasa jenuh, coba hubungi satu atau
beberapa teman, ceritakan segala keluh kesahmu biar plong (tentu jangan lupa pula
untuk bermunajat pada-Nya, sebagai Dzat yang menciptakan setiap cobaan). Dan bikin story sampai titik-titik pun
nggak ada yang ngelarang, asal jangan sebar hoaks.
Desain PC IPNU-IPPNU Kabupaten Nganjuk |
Pada
prinsipnya, saya rasa kita
sendirilah yang tahu bagaimana mengatasi kekosongan ini. Tiap orang punya
caranya masing-masing dan saya pikir tidak ada ruang untuk hujatan dalam hal
ini, kecuali para penghuni
Istana Negara dan istana-istana parpol . Waspada harus tetap, sedih itu wajar, punya
paranoia (khayalan) boleh.
Ini mengajarkan kita untuk tetap sintas (berusaha tetap hidup). Yang kita hadapi bersama ini memang bukanlah
bercandaan, tapi jangan sampai kita menutup pintu gerbang kebahagiaan, baik
kebahagiaan pribadi maupun dengan sesama. Jangan
pernah lupa untuk saling menguatkan, Rekan/Rekanita. Karena
yang pusing bukan hanya kita, tetapi seluruh dunia. Kuy, kita yakinkan diri masing-masing, bahwa kurva orang terinfeksi yang terus naik
drastis ini, kelak
akan turun menjadi distribusi normal, Amiin. Walau
harus menunggu hingga entah kapan. Bagi yang beruntung punya pilihan, ayo, #dirumahaja
#ipnujaya #ippnuluarbiasa #ipnuippnujayaluarbiasa.
Post a Comment