Mimpi yang Menjalar
Nganjuk, sedang sangat panas, sang Surya berada tepat di
antara pagi dan sore.
Neng Ipe tengah duduk memegang sebuah buku tipis yang
disulapnya menjadi kipas. Buku tipis itu mengayun kiri kanan supaya menghasilkan angin untuk meninju
radiasi sang mentari.
Tiba-tiba saja, ponselnya bergetar sekali. Namun, belum
dibukanya gadget yang tergeletak di kursi panjang yang ia duduki di depan
kantor MWC NU, kemudian layar sentuh itu bergetar lagi. Satu kali. Lantas disusul
satu getaran lagi.
Merasakan getaran yang sudah tiga kali mengguncang duduknya,
gadis itu mengecek ponselnya. 3 pesan masuk, nomor tidak dikenal, siapa
yah? gumamnya dalam hati.
"Hay, Neng Ipe'..."
"Apa kabar?"
"Aku Kang Penu. Ingat?"
Seketika Neng Ipe yang terperangah dengan nama 'KANG PENU'
sejenak beku. Mencoba mengingat kembali perihal pemuda yang setahun lalu ia
cintai meski dalam diam. Rindu menyusup, ya, kau tahu? Meskipun yang pernah
terikat satu sama lain, senjauh pernah merasa di mana mencintainya dalam diam
sama saja sendiri ia memiliki pemuda itu.
Percakapan merambat, dari menanyakan kabar, sudah makan, dan
sudah-sudah yang lain. Neng ipe tentu
saja tidak tahu-menahu, bagaimana bisa Kang Penu pemuda yang ia kagumi dulu
juga menaruh angan kepadanya.
Setelah hampir tiga bulan mereka saling bertukar kabar, Kang Penu memberanikan diri
membina keluarga dengan Neng Ipe, dan tentu saja dengan sangat pasti akan Neng
Ipe terima dengan kebahagiaan yang paling bahagia.
Gugup... Kang Penu menggenggam tangan calon mertuanya yang di mana sebagai
penghulu.
"Saya terima nikah dan kawinnya, Neng Ipe binti RomoNu
dengan seperangkat alat sholat dibayar tunai"
"SAHHHHH..."
Suara volume TV ruang kamar membangunkan Neng Ipe yang
tengah mimpi indah. TV itu belum dimatikan lantaran ia ketiduran.
Tubuhnya bangun dengan gontai, matanya mengerjap melihat
suara di TV yang menayangkan dua pasang calon pengantin baru yang sedang
mesranya.
Gadis itu melangkah menuju Televisi yang hampir semalaman
penuh menyala tanpa tuan. Ditekannya tombol off di TV itu, kemudian TV itu
berubah jadi hening, bersama dengan kaca hitam pekat.
Di saat Neng Ipe melangkah kembali ke kasurnya, telinganya
tak sengaja menangkap suara dari kamar ayahnya yang terdengar
"SAHHHHH..."
Neng Ipe tertawa
kecil, sembari berkata dalam hati, dasar mimpi menjalar, gumamnya.[*]
Penulis : PenaAska (Miftahul Inayah) dari PAC Pace
Editor : M. Iqbal Zakaria
Editor : M. Iqbal Zakaria
___________________
Ilustrasi: medium.com
Post a Comment