Tipuan Lama yang Menyenangkan
Foto: elmiaroshita |
Sinar mentari menyapa hangat, semangat dalam jiwa Nida telah berputar mengelilinginya serta membara bagaikan bara api obat nyamuk bakar. Tampaknya Nida telah terhipnotis dengan suasana hari itu. Hari peringatan di mana perjuangan kalangan orang-orang yang umumnya berjibaku dengan kitab-kitab turots (kitab kuning) telah mengorbankan dirinya di medan peperangan melawan penjajah. Hari itu dikenal dengan sebutan Hari Santri Nasional.
Upacara, kirab, pawai, bazar
dan banyak perlombaan bertajuk keagamaan seperti pidato, MTQ, MSQ, MQK dll
bermacam-macam agenda disiapkan untuk memperingatinya hamper sama dengan
Agustusannya para santri. Riuh tepuk tangan bergemuruh pada pembukaan lomba MQK
(Musabaqoh Qiro’atul Kutub) dalam rangka memperingati hari itu, Nida bersama
dengan tiga rekannya Putri, Vita, dan Neha duduk berdampingan turut serta
memeriahkan acara sekaligus supporternya.
“Nid, semangat, focus, nggak
usah mikir menang kalah.” Bisik Neha yang duduk tepat disampingnya.
“Ojo mikir liane, mikir
maqro’ ae, hehe. Kayak e jurinya jek joko.” Goda Vita
cengingisan mendengar bisikkan Neha.
“Ganteng gak egh. Hehe”
sentak Neha pada Vita.
“Awakmu lo eroh ko ngendi
?” Tanya Putri penasaran.
“Krungu ko nggone masku wingi,
telfonan karo kancane nang andingku” jawab Vita meyakinkan.
“Wes-wes ojo kemriyek dewe,
aku gak konsen malihan” sahut Nida menyudahi rumpian itu sambil menggenggam catatan kecilnya.
Dahinya berkeringat menganak sungai, telapak tangannya basah hingga kertas
kecil itu hamper sobek, matanya berlarian berkeliling melintasi peserta-peserta
lain. Tak ayal dia menjadi seperti itu, lomba ini seperti halnya presentasi
skripsi ketika pembacaan maqro’ yang diperoleh dari juri dan pertanyaan yang
diajukan juri bukan semata-mata sama dengan ujian lisan bahkan seperti
pertanyaan malaikat maut. Sungguh begitu menakutkan, oleh karena itu tak banyak
peminat dalam lomba tersebut.
“Tarik napas dalam, huuuft,
buang lewat mulut, fiuuuh” tepuk Vita sambil melakukan itu beberapa kali di
samping Nida.
“Seng yakin, akeh seng pengen
dadi peserta termasuk aku
opo meneh iso membanggakan orang tua, konco dan
ustadz-uztadzmu. Aku ae seng gak sebejo awakmu. Tapi aku
bangga kok, dulur wadonku akhirnya berdiri di barisan depan.” Kata
Vita sesaat sebelum nama Nida di panggil untuk menerima maqro'. Karena tak tega
melihat sepupunya seperti itu Vita ingin menenangkan Nida yang tampak panas
dingin awards.
“Seng semangat, sesok
tak ajak makan-makan” Vita menyambung lagi dengan lagaknya yang
selangit.
“Estu lo, mbak...”
Mendengar janji Vita, jantung
Nida terasa berdetak normal.
Tepuk tangan meriah telah terdengar, pengumuman juara tengah dipersiapkan.
Alhamdulillah nama Nida Ilal Husna keluar menjadi juara harapan I
dari 34 peserta dalam lomba tersebut. Keempat sahabat itu menangis haru bahagia
dengan penghargaan tersebut, rasa syukur tak henti Nida ucapkan kepada-Nya.
Meski belum menjadi juara pertama, kedua atau ketiga, mereka berempat cukup
terkesan dengan keberhasilan dan kesuksesan Nida.
Malam pun tiba, Nida berniat
mengechat Vita untuk menagih janjinya saat itu hp Nida terlihat ada banyak
notifikasi chat masuk, banyak yang memberikan ucapan selamat atas
keberhasilannya itu, tapi yang pertama kali ia buka adalah chat Vita.
“Selamat dek, sesok jadi
makan-makannya tak jemput mari magrib ya.., macak seng
hayyu”-.-“Inggih, mbakcuh,”
Nida membalas pesan chat Vita
dengan tambah emot senyum manis. Karena pesan itu seolah-olah membuat semesta
bercanda. Menari-nari seperti bulir-bulir soda dalam botol coca-cola. Begitulah
sisi alay dari mereka berdua. Chattingan mereka bagaikan sepasang kekasih,
mungkin ini yang dikata temen soulmate. Kepolosan Nida membuat Vita selalu
menggodanya.
Vita pun tiba menjemputnya
dengan motor.
“Mbak, iki neng endi? Kok
kayak pengajian?” tanya Nida tanpa sengaja karena penasaran.
“Emang pengajian,” sahut Vita
dengan bangga.
“Yah, tak kiro
ndek resto ta kafe, paling nggak warung,” ketus Nida.
“Hoy. Intuk duet ko
ngendi mbakmu iso nraktir, tidur numpang, makan, sekolah jek
njalok wongtuo,” cecar Vita.
“Kan ada uang bisyaroh madin,
jualan online,” balas Nida sambil meledeknya karena merasa tertipu
olehnya.
“Kuwi untuk
kebutuhan privasi koyok wedak, paketan,” Balas Vita sambil menghela
nafas.
“Tapi mbak, pengajian iki khusus cah
enom-enom ta?” tanya Nida mengalihkan topik pembicaraan.
“Ini namanya IPNUan, daripada
neng warung mending rene, cuman rubah tempat, tapi siji seng
gak rubah, yaitu makan-makan” jawab Vita dengan wajah tanpa dosa, “Sak
liyane iku, juga dapet ilmu, anggap ae study club,” imbuhnya
dengan bangga.
“Eh, iya. Bukannya yang di
sudut iku juriku wingi? Itu loh, yang baju kemeja
biru?” bisik Nida dengan menundukkan kepala, khawatir ketahuan melirikinya.
“Hehe. Sopo eroh nek
jodo,” Vita menjawab dengan santainya.
Nida membalasnya dengan
mencubit lengannya.[*]
Penulis : Afi Nuruz Z (Anggota IPPNU Ranting Kalianyar)
Editor : M. Iqbal Zakaria
Post a Comment