Potensi Besar IPNU IPPNU dan Pentingnya Proses Berjenjang
Seseorang pernah berpesan pada saya mengenai pentingnya
proses berjenjang. “Kader yang lahir dengan jenjang karir yang runtut mulai
dari ranting, PAC, PC, PW, dan PP, akan lebih pandai berkomunikasi dan bisa
menyesuaikan dirinya di berbagai tempat,” kata seseorang tersebut padaku.
Dia menyamakan hal tersebut dengan jenjang bersekolah.
“Tidak bisa anak baru lulus SD kemudian langsung minta kuliah. Dia harus
melalui tahap SMP dan SMA terlebih dahulu,” katanya.
Seseorang tersebut bukan mempersoalkan tentang kepandaian
atau tingkat kecerdasan intelektualnya, tapi lebih pada poin “Belajar sesrawung dengan usia sebaya”.
“Anak SD sering berinteraksi dengan sesama anak SD, maka
akan terbentuk karakter sesuai pada usianya. Demikian pula anak SMP, SMA, dan
Mahasiswa. Kelak anak-anak tersebut akan paham bagaimana harus berkomunikasi
dengan orang lain lintas usia,” terangnya.
Apa yang disampaikan oleh seseorang tersebut juga saya amini. Saya sepakat, karena dia juga tahu bahwa di IPNU IPPNU juga mengajarkan hal demikian. Memperkecil kemungkinan adanya "kader karbitan".
Senior-senior IPNU selalu memberikan pemahaman tentang pentingnya
berproses dengan runtut. Kadang bicara mengenai urutan IPNU-ANSOR-NU. Kadang
juga urutan kaderisasi Makesta-Lakmud-Lakut. Kadang juga mengenai jenjang Ranting/PK-PAC-PC-PW-PP.
Mengenai jenjang karir organisasi, itu sama halnya dengan
jenjang karir di perusahaan. Bedanya, kalau di IPNU IPPNU kita ikhlas beramal. Kalau
di perusahaan, kita digaji sesuai jabatan.
Pengembangan karir (jenjang kepengurusan) untuk seorang
kader di organisasi IPNU IPPNU memegang peranan penting sebagai
faktor utama pendorong motivasi berproses kader itu sendiri. Jenjang karir yang
cukup jelas tentu dapat membuat kader tahu bagaimana organisasi IPNU IPPNU menghargai
kinerja/proses mereka dalam kurun waktu tertentu.
Saya pun juga sering bilang kepada adek-adek saya di Ranting, "Jangan berhenti berproses. Setelah ini harus jadi pengurus PAC".
Demikian pula di PAC. Bahkan lebih jauh lagi, potensi mereka sebagai pengurus PAC sudah lebih jauh dari kader-kader di Ranting dan PK. PAC harus terus melahirkan kader-kader yang unggul dan semangat berproses.
"Jangan
berhenti di PAC. Setelah ini lanjut ke PC, dan PW. Bahkan jika ada slot ke Pimpinan Pusat,
masuk aja!"
Poinnya adalah untuk memberikan support system kepada kader-kader yang potensial dan mumpuni. Hal
ini tidak bisa didorong dari ranah horizontal atau dari bawah saja, namun dari
atas (senior-senior) juga harus ikut mengawalnya.
Setiap kader/anggota IPNU IPPNU pasti punya kesibukan
masing-masing. Pasti punya pemikiran masing-masing. Pasti punya prinsip
masing-masing. Hal yang saya tulis ini bukanlah kebenaran mutlak. Tulisan ini
akan menjadi opini yang luwes jika bersentuhan dengan realita di lapangan atau
wilayah praksis.
Kita tidak bisa memaksa kader untuk lanjut menjadi
pengurus PAC, jika dia sendiri tidak menghendakinya. Atau karena ada faktor
lain yang lebih penting dan mendesak, yang bersifat lebih privasi dan sensitif.
Demikian pula kader PAC, kita juga tidak bisa serta-merta
memintanya menjadi pengurus PC. Pertimbangan mengenai skill, minat, sumber
daya, dan hal-hal yang sifatnya personal juga harus digunakan. Namun, PC harus
tetap hidup. Dan Kader-kader PAC harus siap menjadi penerus estafet perjuangan
senior-senior di PC. Demikian pula seterusnya hingga ke Pimpinan Pusat. [*]
Post a Comment