Enam Macam Niat Puasa Ramadhan, Nomor Empat yang Tersimpel
Ilustrasi: iStockphoto |
NGRONGGOT - NGANJUK - Kita
patut bersyukur bahwa hari ini masih diberi kesehatan untuk bertemu dan menikmati
bulan suci Romadlon. Hal yang menjadi rukun Islam bisa kita tunaikan dengan ribuan
pahala bersamanya, yaitu Puasa Romadlon.
Salah
satu hal yang bisa membedakan setiap ibadah satu dengan lainnya ialah niat.
Soal ini menjadi hal yang penting, sebab termasuk dalam rukun ketika menjalankan
setiap ibadah. Ketika menunaikan Puasa Romadlon, umat Islam memulainya dengan
membaca niat pada malam hari, sejak terbenamnya matahari sampai terbitnya
fajar. Biasanya dibaca setelah sholat tarawih.
Mengenai lafal niat puasa Romadlon, ada banyak versi yang dapat kita dipilih. Lebih tepatnya, dikutip dari NU Online (30/03/2022) ada enam lafal niat yang bisa digunakan.
1. Nawaitu shauma ghadin
‘an adā’i fardhi syahri Ramadhāna hādzihis sanati lillāhi ta‘ālā
نَوَيْتُ صَوْمَ
غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ هذِهِ السَّنَةِ لِلهِ تَعَالَى
Arti
dari niat pertama ini: “Saya berniat (menjalankan) puasa besok hari demi memenuhi
kewajiban bulan Romadlon tahun ini karena Allah ta’ala.”
Bacaan niat puasa yang pertama ini banyak digunakan di Indonesia. Lafal dari niat yang pertama ini dikutip dari Perukunan Melayu dan Kitab Minhajut Thalibin. Lafal “Romadlona” merupakan mudhaf ilaihi sehingga dibaca khafadh dengan tanda baca akhirnya menggunakan fathah. Sedangkan kata “sanati” diakhiri dengan tanda baca kasrah sebagai tanda khafadh atau tanda jarr dengan alasan lil mujawarah.
2.
Nawaitu shauma ghadin ‘an adā’i fardhi
syahri Ramadhāna hādzihis sanata lillāhi ta‘ālā
نَوَيْتُ صَوْمَ
غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ هذِهِ السَّنَةَ لِلهِ تَعَالَى
Arti
dari niat kedua ini:, “Saya berniat (menjalankan) puasa besok hari demi
menunaikan kewajiban bulan Romadlon tahun ini karena Allah ta’ala.”
Bacaan niat ini sangat jarang digunakan oleh masyarakat Indonesia. Kalimat dari niat kedua ini termaktub dalam Kitab Asnal Mathalib. Kata “Romadlona” pada niat di atas menjadi mudhaf ilaihi sehingga dibaca khafadh dengan tanda fathah, sedangkan kata “sanata” diakhiri dengan fathah sebagai tanda nashab atas ke-dzaraf-annya.
3.
Nawaitu shauma ghadin ‘an adā’i fardhi
syahri Ramadhāni hādzihis sanati lillāhi ta‘ālā
نَوَيْتُ صَوْمَ
غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانِ هذِهِ السَّنَةِ لِلهِ تَعَالَى
Arti
dari niat ketiga ini:, “Saya berniat (menjalankan) puasa besok hari demi
menunaikan kewajiban bulan Romadlon tahun ini karena Allah ta’ala.”
Niat ketiga ini lebih umum di kalangan umat muslim Indonesia. Lafal dari niat di
atas dikutip dari Kitab Irsyadul Anam dan Kitab Hasyiyatul Jamal.
Kata “Romadloni” dianggap sebagai mudhaf ilaihi yang juga menjadi mudhaf sehingga diakhiri dengan kasrah yang menjadi tanda khafadh atau tanda jarr-nya. Sedangkan lafadz “sanati” diakhiri dengan harakat kasrah sebagai tanda khafadh atau tanda jarr atas musyar ilaih kata "hādzihi" yang berposisi menjadi mudhaf ilaihi dari "Romadloni".
4. Nawaitu shauma
Ramadhāna
نَوَيْتُ صَوْمَ
رَمَضَانَ
Arti
dari niat keempat ini:, “Saya berniat (menjalankan) puasa bulan Romadlon.”
Lafal niat nomor empat ini diambil dari dari Kitab I’anatut Thalibin. Sejauh ini, niat puasa nomor empat ini nampaknya tidak pernah digunakan oleh khalayak umum di Indonesia, tak terkecuali di kalangan kader-kader IPNU-IPPNU.
5. Nawaitu shauma ghadin
min/'an Ramadhāna
نَوَيْتُ صَوْمَ
غَدٍ مِنْ/عَنْ رَمَضَانَ
Arti
dari niat kelima ini:, “Saya berniat puasa besok hari pada bulan Romadlon.”
Lafal kelima ini juga diambil dari dari Kitab I’anatut Thalibin. Lafal ini hanya selisih satu kata dengan lafal keempat. Dan sama juga, niat ini tidak pernah digunakan oleh khalayak ramai.
6. Nawaitu shaumal ghadi
min hādzihis sanati ‘an fardhi Ramadhāna
نَوَيْتُ صَوْمَ
الْغَدِ مِنْ هَذِهِ السَّنَةِ عَنْ فَرْضِ رَمَضَانَ
Arti
dari niat keenam ini:, “Saya berniat (menjalankan) puasa besok hari pada tahun
ini sebab kewajiban bulan Romadlon.”
Redaksi dari niat nomor enam ini dikutip dari Kitab Asnal Mathalib. Niat nomor enam ini tergolong sulit diucapkan oleh masyarakat Indonesia. Bukan karena sudah dibaca, sih, karena sejak kecil tidak pernah diajarkan niat yang nomor enam ini.
Hal yang perlu diketahui, Rekan-Rekanita. Bahwa keliru dalam melafalkan niat tak berpengaruh pada keabsahan puasa, selama terbesit dalam hati untuk menunaikan puasa. Seperti dikatakan, niat berhubungan dengan getaran batin. Sehingga ucapan lisan hanya bersifat sekunder belaka. Tapi kekeliruan akan menimbulkan rasa janggal, terutama di mata para ahli gramatika Arab. Wallahu a'lam.
Post a Comment